Astaghfirullah. Begitu perih hati ini melihat muslimah
dengan santainya berjalan tanpa menutup auratnya. Begitu pilu diri ini melihat
pacaran sudah menjadi hal yang biasa, bahkan membanggakan. Begitu tersayat hati
ini melihat musik-musik jahiliyyah jauuuuh lebih digandrungi dibanding lantunan
ayat suci Al-Qur'an. Menitik air mata ini, melihat Islam makin dijauhi, bukan
hanya oleh non-muslim, tapi juga dari kalangan muslim sendiri!
Astaghfirullah. Hanya kata itu mungkin yang dapat saya ucapkan, ketika melihat
fenomena dan realita umat Islam zaman ini. Tak adakah lagi sosok yang imannya
sekokoh -atau mendekati- Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang membenarkan segala
perkataan Rasulullah? Tak adakah lagi sosok pemimpin sesederhana Umar ibn
Khattab? Tak adakah lagi sosok segigih Ahmad ibn Hanbal melawan aliran
sesat -saat itu aliran sesatnya adalah paham Mu'tazilah-? Tak ada?
Semoga ini hanya pendapat dari sudut pandang saya saja.
Realita di atas, kini, saudaraku, disadari atau tidak, telah merasuk ke dalam
sanubari negeri kita tercinta. Berbagai bencana alam yang menimpa kita,
barangkali adalah teguran untuk kita. Ya, teguran. Bukan lagi sekedar ujian.
Dan semoga tidak berwujud azab nantinya. Na'udzubillahi min dzaalik.
Lihatlah negeri kita saudaraku. Berbagai kekejian umat-umat terdahulu telah
dilakukan muslim di negeri ini. Korupsi dan kecurangan ala penduduk Madyan.
Lalu, homoseksual dan lesbiannya kaum Nabi Luth juga kini telah ada di negeri
ini. Bahkan, mereka -kaum Nabi Luth- mengolok-olok Nabi Luth dan pengikutnya
sebagai orang-orang yang 'sok suci' (cek QS. Al-A'raaf ayat 82). Lihatlah,
adakah tanda-tanda ini telah muncul di negeri kita?
Kitapun telah mengikuti kaum Tsamud, di mana gedung-gedung telah menjulang,
namun membangkang dari perintah Allah. Bahkan, yang lebih parah lagi, kaum
Tsamud ini juga tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat (cek Surah
Al-A'raaf: 79). Ada pula kesombongan akut setingkat Fir'aun yang mengaku 'tuhan'.
Penyembahan berhala berwujud fashion, liberalisme, sekulerisme, dll, pun telah
menggerogoti negeri ini. Masya Allah.
Astaghfirullah. Lagi-lagi kata itu yang terlontar dari mulutku. Kemaksiatan
umat-umat terdahulu, kini berkumpul di negeri kita. Maka, ini adalah tugas kita
sebagai pengemban amanah dakwah untuk menyelesaikan problematika umat ini.
Namun, di satu sisi, saya yakin, di lubuk hati para pelaku maksiat yang
terdalam, mereka merindukan taubat. Hanya saja, mungkin, yang mereka butuhkan
lebih dari ilmu tentang syariat, atau khutbah tentang surga dan neraka. Atau
motivasi untuk beramal dan meninggalkan maksiat. Atau dakwah lewat perilaku.
Atau uluran tangan kita.
Ya, lebih dari itu, mereka membutuhkan doa kita. Kini, mereka sedang dalam track
yang salah dan tak berdaya untuk kembali, maka, mereka membutuhkan doa kita
agar dikuatkan untuk kembali ke track yang benar.
Ya, mereka butuh doa kita. Doa tulus dari lisan-lisan kita. Doa yang bukan
sekedar memohon ampunan untuk mereka, tapi juga mencakup dibukakan hati mereka
untuk menjemput hidayah-Nya. Doa yang rendah hati, dalam tiap-tiap sujud kita,
di sepertiga malam terakhir...
Dan, jangan lupa juga untuk mendoakan diri kita sendiri. Mari berdoa untuk
mereka dan diri kita
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar